Rabu, 07 Januari 2015

FISIP UNTAD Bangun Student Park

Selasa (06/01). Fakultas Ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Tadulako bertempat dekat sekertariat bersama telah membangun Panggung STUDENT PARK dipertengahan bulan Desember kemarin. Bukan hanya panggung yang akan dibangun nanti, tapi nanti juga akan dibangun gazebo lesehan  dan menurut wadek bidang kemahasiswaan  akan dibangun semacam kolosium mini beserta taman nantinya.
Kantin yang disekitar lokasi itu akan digusur dan dipindah kan dilokasi yang sudah ditentukan. Pembangunan STUDENT PARK ini bertujuan sebagai tempat penyampaian aspirasi, dan  media ruang ekspresi bagi mahasiswa. Lokasi ini dipilih karena lumayan strategis dan jauh dari ruang kelas sehingga tidak mengganggu proses perkuliahan



Kamis, 01 Januari 2015

Jurnalisme Kontemporer : Citizen Journalism


SITI AISYAH
B 501 12 082

JURNALISME
Definisi jurnalisme yang dikemukakan dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1987) terungkap bahwa, jurnalisme adalah:
a. The work of profession of producing
b. Writing that may be all right for a newspaper.
Jurnalisme pada dasarnya adalah serangkaian kaidah/prinsip etik dan serangkaian metode untuk menggali kebenaran/informasi dan menyampaikannya kepada audiens. Intinya ada dua: kaidah etik dan metode. Kaidah etik berisi hal-hal yang boleh dan tak boleh dilakukan seorang jurnalis. Ini biasanya dikenal dalam Kode Etik Jurnalistik atau diringkas dalam “10 Elemen Jurnalisme”.
Metode jurnalistik berisi tata cara penggalian kebenaran/informasi dan menyajikannya kepada pembaca atau pemirsa. Analogi dalam profesi kedokteran: ada etika kedokteran dan ada metode atau keterampilan mengobati atau menyembuhkan. Metode jurnalistik meliputi: wawancara, riset, observasi. Metode itu dipakai karena wartawan tidak selalu berada di tempat kejadian atau peristiwa. Dia bersandar pada narasumber (via wawancara).
Untuk berita yang jauh atau tak terjangkau, wartawan bisa mengutip media/wartawan lain. Namun, harus disebutkan secara jelas media/wartawan itu. Jadi alasannya bukan karena wartawan yang bersangkutan malas, tapi karena tempat terjadinya peristiwa jauh atau tak terjangkau. Media yang dikutip juga sebaiknya memenuhi unsur kredibilitas atau kedekatan. Jika kita memberitakan banjir Thailand, misalnya, sebaiknya kita mengutip media Thailand, bukan China.


 CITIZEN JOURNALISM
Jurnalisme warga atau yang biasa disebut citizen journalism adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis, serta penyampaian informasi dan berita. Jurnalisme warga merupakan suatu tren baru yang akan terus berkembang di masyarakat.
Salah satu fenomena aktual yang berkaitan dengan citizen journalis (jurnalisme warga negara) dalam proses penyebaran informasi adalah maraknya aktivitas blog. Kehadiran blog, menjadikan internet benar-benar diperhitungkan di dunia media. Citizen journalism membuka ruang wacana bagi warga lebih meluas. Blog menjadi bagian dari proses revolusi komunikasi. Kegiatan pemberitaan yang beralih ke tangan orang biasa memungkinkan berlangsungnya pertukaran pandangan yang lebih spontan dan lebih luas dari media konvensional. Intensitas dari partisipasi ini adalah untuk menyediakan informasi yang independen, akurat, relevan yang mewujudkan demokrasi.
Ketika seseorang memutuskan menjadi citizen journalist, ia harus memiliki keinginan untuk berbagi (to share) dengan segenap semangat dan gairah yang ada pada dirinya Citizen journalism hadir bukan sebagai bentuk persaingan media, tapi justru merupakan perluasan media.
Jurnalisme warga merupakan suatu kegiatan jurnalisme murni yang tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak manapun. Tak perlu seseorang harus lulus dari jurusan jurnalistik, atau komunikasi massa, untuk bisa menulis.Kecepatan dan keterjangkauan terhadap fakta berita yang dilakukan kalangan masyarakat (bukan wartawan) tidak kalah dari wartawan profesional. Bahkan banyak stasiun televisi tanah air yang mencoba mencari berbagai video amatir suatu peristiwa.

SEJARAH PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Kemunculan jurnalisme warga di Indonesia bermula pada masa Orde Baru, saat Soeharto berkuasa, di mana pada saat itu arus informasi dari media massa kepada masyarakat dijaga ketat oleh pemerintah dan aparatnya. Masa Orde Baru yang dikenal dengan sistem pers tertutupnya, memaksa pers untuk lebih mengedepankan agenda kebijakan, khususnya kebijakan eksekutif. Pers lebih banyak memberitakan kebijakan pemerintah. Dominannya penggunaan sumber berita eksekutif menjadikan pemberitaan pers menjadi top down.
Di Indonesia, jurnalisme ala warga telah hadir dalam keseharian melalui acara-acara talkshow di radio khususnya sejak awal tahun 90-an. Karena dilarang pemerintah menyiarkan program siaran berita, beberapa stasiun radio mengusung format siaran informasi. Pada program siarannya, stasiun radio tersebut (diantaranya adalah Radio Mara 106,7 FM di Bandung yang menjadi pionir siaran seperti ini) menyiarkan acara talkshow yang mengajak pendengar untuk aktif berpartisipasi melalui telepon untuk menyampaikan informasi maupun pendapat tentang sebuah topik hangat. Pada masa orde baru acara siaran tersebut efektif menjadi saluran khalayak menyampaikan keluhan terhadap kelemahan atau kezaliman penguasa.
Setelah UU Penyiaran No.32 Tahun 2002, kehadiran community based media di bidang penyiaran pun akhirnya terakomodasi. kehadiran radio dan televisi komunitas menjadi legal. Legalitas ini membuat peluang jurnalisme ala warga menjadi semakin terbuka. Melalui radio atau televisi komunitas, warga bisa bertukar informasi atau pendapat, tentang hal-hal terdekat dengan keseharian mereka, yang biasanya luput diliput oleh media-media besar. Pada radio siaran, biaya peralatan, operasional siaran dan pesawat penerima yang relative murah. Bahkan beberapa stasiun televisi ada yang membuat program khusus untuk itu.
Sejumlah mailing list menjadi pelarian warga yang mampu mengakses internet akibat media massa konvensional saat itu tidak ada yang berani mengkritik rezim. Kehadiran blog ini baru dianggap sebagai ancaman karena sifat interaktifnya, yang tidak mungkin dilakukan media massa konvensional.
Kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat dan lugas membuat citizen journalism kian subur. Citizen journalism sendiri merupakan salah satu jalan yang digunakan untuk mengembangkan sayap jurnalis, bergerilya lewat digital untuk misi jurnalisme, sebagai wahana publik dalam bahasa merupakan jurnalisme akar rumput.



UNDANG-UNDANG
Adanya jurnalisme warga di Indonesia menyebabkan munculnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE mengatur seluruh kehidupan dan aktivitas serta membuat batasan-batasan dalam dunia internet. UU ITE memberikan perlindungan kepada semua pihak dari ancaman pencemaran nama baik yang terjadi dalam pemberitaan warga melalui internet.

KELEBIHAN
Pemberitaan citizen journalism lebih mendalam dengan proses yang tak terikat waktu. Memiliki mata rantai jaringan tidak hanya nasional melainkan global. Maraknya blogger dalam membuat beritaan mengenai isu-isu politik misalnya, dapat dijadikan bukti bahwa masyarakat tidak pasif melainkan selalu tanggap dan cepat dalam memberi respon terhadap perkembangan politik yang ada. Hal ini kemudian dapat memacu masyarakat untuk lebih peduli dengan keadaan politik yang sedang terjadi. Selain itu, jurnalisme warga juga  mempermudah dan mempercepat masyarakat dalam memperoleh berita.
Citizen journalism mampu menghimpun suatu kekuatan digital yang tak terlihat namun keadaan sangat berpengaruh. Misalnya, Barrack Obama berhasil merubah dunia dengan citizen jurnalism, tsunami di Banda Aceh-2004 mampu mendapatkan empati dari seluruh dunia karena citizen jurnalism. Internet secara umum jugabisa menjadi lahan kampanye yang strategis (Kompas, 21 Februari 09).
Setiap warga negara memiliki hak dan bertanggung jawab dalam hal-hal yang terkait dalam berita khususnya menyangkut kepentingan masyarakat luas.

 KELEMAHAN
1.      Akurasi berita dan ketidakpatuhan pada kode etik jurnalisme. Berita apa saja dapat disampaikan oleh siapa saja, dengan mengandalkan pembaca sebagai alat kontrol. Pembaca dapat menyanggah, menyalahkan, dan memberi informasi yang benar.
2.      Di dunia akademik, citizen journalism mendapat kritik keras. Vincent Maher dari Rhodes University, misalnya, menyebut kelemahan jurnalisme ini karena tidak memiliki “3E”, yakni etika, ekonomi, dan epistemologi.
3.      Adanya pencemaran nama baik terhadap pihak-pihak tertentu.
4.      Kekisruhan informasi sangat rentan terjadi.
5.      Karena kurangnya skill yang dimiliki oleh warga dalam membuat suatu berita, kadang terjadi kesimpangsiuran berita.
6.      Kalau kita mengikuti definisi jurnalisme dalam arti klasik selama ini, citizen journalism belum bisa masuk dalam ranah journalism (jurnalisme). Sebab, jurnalisme mensyaratkan banyak hal seperti yang terjadi pada dunia kewartawanan selama ini. Tetapi, ia hanya sebuah aktivitas seperti layaknya seseorang menulis buku harian, hanya medianya saja memakai internet.

CONTOH MEDIA MASSA YANG DIGUNAKAN OLEH CITIZEN JOURNALISM
Citizen6 adalah ruang bagi publik di portal berita www.liputan6.com untuk ikut terlibat dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyampaikan berita dan informasi peristiwa yang terjadi di sekitar dalam bentuk teks, foto, atau video. Media untuk Semua menjadi wadah masyarakat untuk berperan aktif menjadi pewarta berita non-jurnalis
Rubrik yang terdapat dalam Koran KOMPAS yang memang di khususkan untuk menampung berita dari masyarakat. Setiap orang dapat melaporkan peristiwa, menyalurkan aspirasi, menyampaikan ide atau gagasan melalui bentuk tulisan
Elshinta News And Talk adalah salah satu program acara dari Radio Elshinta yang berunsur citizen journalism. Seorang warga dapat berpartisipasi langsung dan juga dapat melaporkan kejadian yang ada di sekitarnya
WideShot Metro TV adalah program acara milik metro tv yang isinya adalah murni berasal dari masyarakat atau lebih dikenal dengan citizen journalism. Disini seorang warga atau masyarakat dapat mengirimkan sebuah liputan liputan yang didalamnya terdapat sebuah video atau foto yang isinya mengenai kejadian yang ada di sekitarnya untuk di sebarluaskan kepada khalayak luas melalui media massa yaitu Metro TV.
Media-media social diatas sering digunakan oleh citizen journalism dalam mengunggah informasi-informasinya.
Sumber:  
diakses pada Jumat, 02 Januari 2015,  pukul14.17 WITA




Rabu, 02 April 2014

Pengaruh Teknologi Secara Langsung Terhadap Kita



Manfaat positif yang dapat kita peroleh jika dilihat dari sisi televisi, yaitu :
1.      Kita dapat mengetahui informasi dari suatu iklan produk tertentu yang kita ingin gunakan
2.      Dapat mengetahui artis-artis ngetop saat ini,
3.      Bisa mengetahui berita-berita yang mengemparkan publik
4.      Hiburan untuk anak-anak maupun dewasa
5.      Bisa mengetahui acara dari internasional
6.      Mendapatkan pengetahuan yang banyak dari tokoh tokoh terkenal yang gampang dimengerti
7.      Selalu update berita berita terbaru dari televisi
Dampak negatif yang dapat kita peroleh :
1.      Lupa akan waktu dan sering lupa akan belajar
2.      Menggangu kesehatan mata, badan, dan gampang cape
3.      Mengabaikan orang setiap nonton televisi,

Rabu, 26 Maret 2014

Biografi Everett M. Rogers dan Teorinya



model proses difusi inovasi menurut Everett M. Rogers

1.    Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari masyarakat dalam tahapan ini, yakni:
·         Kesadaran bahwa inovasi itu ada
·         Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut
·         Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja
2.    Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan adalah pada tahap pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif, sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi alah memengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang calon adopterakan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karekateristik inovasi yakni relative advantagecompatibilitycomplexitytrialability, danobservability.
3.    Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)
Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
·         Praktik sebelumnya
·         Perasaan akan kebutuhan
·         Keinovatifan
·         Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a)    Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan
b)    Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
a.    Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
b.    Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah sistem sosial
c)    Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan yang mendahuluinya.
Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial sebagai akibat dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi . Ada tiga macam konsekuensi setelah diambilnya sebuah keputusan, yakni:
·         Konsekuensi Dikehendaki VS Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi dikehendaki dan tidak dikehendaki bergantung kepada dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial berfungsi atau tidak berfungsi. Dalam kasus ini, sebuah inovasi bisa saja dikatakan berfungsi dalam sebuah sistem sosial tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya inovasi tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di dalm sistem sosial tersebut Sebut saja revolusi industri di Inggris, akibat dari revolusi tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemilik modal tetapi tidak sesuai denganapa yang dikehendaki oleh tenaga kerja yang pada akhirnya kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
·         Konsekuensi Langsung VS Koneskuensi Tidak Langsung
Konsekuensi yang diterima bisa disebut konsekuensi langsung atau tidak langsung bergantung kepada apakah perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil dari urutan kedua dari konsekuensi. Terkadang efek atau hasil dari inovasi tidak berupa pengaruh langsung pada pengadopsi.
·         Konsekuensi Yang Diantisipasi VS Konsekuensi Yang Tidak Diantisipasi
Tergantung kepada apakah perubahan-perubahan diketahui atau tidak oleh para anggota sistem sosial tersebut. Contohnya pada penggunaan internet sebagai media massa baru di Indonesia khususnya dikalangan remaja. Umumnya, internet digunakan untuk mendapatkan informasi yang terbaru dari segala penjuru dunia, inilah yang disebut konsekuensi yang diantisipasi. Tetapi tanpa disadari penggunaan internet bisa disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang berbau pornografi hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi. Remaja menjadi mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang tidak pantas.
4.    Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan ini hanya akan ada jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan memilih untuk mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan menggunakan inovasi tersebut. Jika ditahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental exercise yakni berpikir dan memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini  proses yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
5.    Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk terus menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari penguatan atas keputusan yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut dikarenakan oleh hal yang disebutdisenchantment discontinuance dan atau replacement discontinuance.Disenchantment discontinuance disebabkan oleh ketidakpuasan individu terhadap inovasi tersebut sedangkan replacement discontinuancedisebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih baik.
Unsur-unsur Difusi Inovasi     :
Dari definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat unsur utama yang terjadi dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:
1.    Inovasi
Inovasi merupakan sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki komponen ide tetapi tak banyak yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi yang tidak memliliki wujud fisik diadopsi berupakeputusan simbolis. Sedangkan yang memiliki wujud fisik pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakanRogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi yang dapat memengaruhi keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a.    Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
                    Contoh      : Dalam pembelian handphone, penggunahandphone akan mencari handphone  yang lebih baik dari yang ia gunakan sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97 berganti ke Blackberry
b.    Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
                    Contoh      : Dalam suku Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari luar, sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi karena tidak sesuai dengan norma sosial yang mereka miliki
c.    Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
                    Contoh      : Masyarakat pengguna PC atau notebook  terbiasa dengan penggunaan Windows yang lebih mudah dibandingkan Linux, walaupun Linux memiliki kelebihan dibandingkan Windows tetapi karena penggunaannya lebih rumit masih sedikit orang yang menggunakan Linux

d.    Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
                   Contoh        : Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara langsung dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
e.    Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2.    Saluran komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa disebut mutual understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh partisipan komunikasi dan saluran komunikasi. Saluran komunikasi dapat dikatakan memegang peranan penting dalam proses penyebaran inovasi, karena melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada anggota sistem sosial.
Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain. Ada dua jenis kategori saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi inovasi, yakni saluran media massa dan saluran antarpribadi atau saluran lokal dan kosmopolit. Saluran lokal adalah saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang diselidiki. Saluran kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial yang sedang diselidiki. Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi dalam proses difusi inovasi ini melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu yang biasanya memiliki kekerabatan dekat.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai berikut:
a.    Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak dalam waktu yang dikatakan cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b.    Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.
c.    Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter). Sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal menyukai ide-ide baru tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja sudah cukup membuat mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan orang-orang dari golongan adopter akhir, karakteristik mereka yang kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi antarpribadi yang paling bekerja dengan baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca pada orang-orang disekitar mereka yang sudah menggunakan inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru mau mengikutinya.
d.    Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan informasi tentang inovasi baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat inovasi baru tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi baru  terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian. Disinilah letak pentingnya komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih percaya kepada orang yang sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang yang mungkin sudah berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang yang memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal tersebut digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu dibandingkan dengan komunikasi massa.
Dari hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi  media massa akan optimal digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran interpersonal akan lebih optimal digunakan pada tahap persuasi. Namun pada kenyataannya, di negara yang belum maju kekuatan komunikasi interpersonal masih dinilai lebih penting dalam tahap pengetahuan. Hal ini disebabkan karena kurangnya media massa yang dapat dijangkau masyarakat terutama di pedesaan, tingginya tingkat buta huruf penduduk, dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media dengan kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang sebenarnya tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut, saluran komunikasi interpersonal terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih baik dibanding saluran media massa.
Untuk mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar tingkat adopsi suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian saluran komunikasi yang tepat pada situasi yang tepat. Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya kita menggunakan media massa untuk menyebarluaskan informasi tentang adanya inovasi tersebut. Selanjutnya digunakan saluran komunikasi interpersonal yang bersifat persuasif dan personal pada tahap persuasi.
3.    Kurun waktu tertentu
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam tiga hal, yakni:
a.    Proses keputusan inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai mengalami  tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang terhadap inovasi sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau menolak inovasi, hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan inovasi tersebut.
Ada beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
·         Tahap pengetahuan pertama terhadap inovasi
·         Tahap pembentukan sikap kepada inovasi
·         Tahap pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
·         Tahap pelaksanaan inovasi
·         Tahap konfirmasi dari keputusan
b.    Waktu memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi. Keinovatifan adalah tingkatan dimana individu dikategorikan secara relative dalam mengadopsi sebuah ide baru dibanding anggota suatu sistem sosial lainnya. Kategori tersebut antara lain adalah innovatorearly adopterearly majoritylate majority, dan laggard. Klasifikasi ini dikarenakan dalam sebuah sistem, individu tidak akan secara serempak dalam suatu waktu mengadopsi sebuah inovasi melainkan perlahan-lahan secara berurut. Keinovatifan inilah yang pada akhirnya menjadi indikasi yang menunjukkan perubahan tingkah laku individu
c.    Kecepatan rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh dimensi waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relative yang berkenaan dengan pengadopsian suatu inovasi oleh anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu. Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota suatu sistem yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu.
4.    Sistem Sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1)    Struktur sosial (social structure)
Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
2)    Norma sistem (system norms)
Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3)    Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4)    Change Agent
Change agent adalah suatua bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain untuk menerima sebuah inovasi. Tetapichange agent  bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent atau dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya merupakan orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan tertentu untuk dapat memengaruhi sistem sosialnya. Di dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan Shoemaker, fungsi utama dari change agent  adalah menjadi mata rantai yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan change agent berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial (misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.
Ralph Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa setiap inovasi mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change agent, yakni:
·         Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
·         Fungsi inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
·         Makna, yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut oleh anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih sulit didifusikan daripada bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima cenderung menggabungkan makna inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga makna aslinya hilang.
5)    Heterofili dan Homofili
Difusi diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan penyebaran inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader dan pengikutnya memiliki banyak kesamaan. Hal tersebut yang dipandang dalam riset  difusi sebagai homofili. Yakni, tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak kemiripan sosial, contohnya keyakinan, pendidikan, nilai-nilai, status sosial dan lain sebagainya. Lain halnya dengan heterofili, heterofili adalah tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak perbedaan. Persamaan dan perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses difusi yang terjadi. Semakin besar derajat kesamaannya maka semakin efektif komunikasi yang terjadi untuk mendifusikan inovasi dan sebaliknya. Makin tinggi derajat perbedaannya semakin banyak kemungkinan masalah yag terjadi dan menyebabkan suatu komunikasi tidak efektif. Oleh karenanya, dalam proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya untuk memperkecil “heterophily”.


TEORI DIFUSI INOVASI  'Everett M. Rogers'
Latar Belakang Teori
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd  Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa  difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” 
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
(1)   Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
(2)   Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3)   Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(4)   Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama   
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents). 
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1.      Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2.      Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3.      Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4.      Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5.      Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

Kategori Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961).   Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
2.      Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
3.      Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4.      Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5.      Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

Penerapan dan keterkaitan teori
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,  teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru  dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak  tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan  Parker (1974), yang  mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1.      Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2.      Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3.      Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4.      Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.