model proses difusi inovasi menurut Everett M.
Rogers
1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan
sebagai tahap “Awareness”. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang
inovasi baru, dan saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran
media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari
atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut
berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari masyarakat
dalam tahapan ini, yakni:
· Kesadaran bahwa
inovasi itu ada
· Pengetahuan akan
penggunaan inovasi tersebut
· Pengetahuan yang
mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja
2. Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau
memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam
tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang
inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang
membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan adalah pada tahap
pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif, sedangkan pada
tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi alah memengaruhi afektif. Pada
tahapan ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara
psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki
calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari
informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan
bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan
informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang calon adopterakan
membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi
yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karekateristik inovasi yakni relative
advantage, compatibility, complexity, trialability,
danobservability.
3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)
Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang
membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama
sekali. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai
cara tindak yang paling baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi, yakni:
· Praktik sebelumnya
· Perasaan akan
kebutuhan
· Keinovatifan
· Norma dalam sistem
sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a) Otoritas
adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada
dalam posisi atasan
b) Individual
adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam
pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
a. Keputusan
opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan
yang dibuat oleh anggota sistem.
b. Keputusan
kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah
sistem sosial
c) Kontingen
adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan yang
mendahuluinya.
Konsekuensi adalah
perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial sebagai akibat
dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi . Ada tiga macam konsekuensi
setelah diambilnya sebuah keputusan, yakni:
· Konsekuensi
Dikehendaki VS Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi dikehendaki dan
tidak dikehendaki bergantung kepada dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial
berfungsi atau tidak berfungsi. Dalam kasus ini, sebuah inovasi bisa saja
dikatakan berfungsi dalam sebuah sistem sosial tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa sebenarnya inovasi tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di dalm
sistem sosial tersebut Sebut saja revolusi industri di Inggris, akibat dari
revolusi tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemilik modal tetapi
tidak sesuai denganapa yang dikehendaki oleh tenaga kerja yang pada akhirnya
kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
· Konsekuensi
Langsung VS Koneskuensi Tidak Langsung
Konsekuensi yang diterima
bisa disebut konsekuensi langsung atau tidak langsung bergantung kepada apakah
perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons
langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil dari urutan kedua dari
konsekuensi. Terkadang efek atau hasil dari inovasi tidak berupa pengaruh
langsung pada pengadopsi.
· Konsekuensi
Yang Diantisipasi VS Konsekuensi Yang Tidak Diantisipasi
Tergantung kepada apakah
perubahan-perubahan diketahui atau tidak oleh para anggota sistem sosial
tersebut. Contohnya pada penggunaan internet sebagai media massa baru di
Indonesia khususnya dikalangan remaja. Umumnya, internet digunakan untuk
mendapatkan informasi yang terbaru dari segala penjuru dunia, inilah yang
disebut konsekuensi yang diantisipasi. Tetapi tanpa disadari penggunaan
internet bisa disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang berbau
pornografi hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi. Remaja
menjadi mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang tidak pantas.
4. Tahap
Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan ini hanya akan ada
jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan memilih untuk mengadopsi
inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan menggunakan inovasi
tersebut. Jika ditahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental
exercise yakni berpikir dan memutuskan, dalam tahap pelaksanaan
ini proses yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah laku sebagai
bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
5. Tahap
Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah
tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk terus
menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan
mencari penguatan atas keputusan yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila,
individu tersebut menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut
dikarenakan oleh hal yang disebutdisenchantment discontinuance dan
atau replacement discontinuance.Disenchantment discontinuance disebabkan
oleh ketidakpuasan individu terhadap inovasi tersebut sedangkan replacement discontinuancedisebabkan
oleh adanya inovasi lain yang lebih baik.
Unsur-unsur Difusi
Inovasi :
Dari
definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat unsur utama
yang terjadi dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:
1. Inovasi
Inovasi
merupakan sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh seorang
individu atau satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki komponen ide tetapi
tak banyak yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi yang tidak
memliliki wujud fisik diadopsi berupakeputusan simbolis. Sedangkan yang
memiliki wujud fisik pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakan. Rogers
(1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi yang dapat memengaruhi keputusan
terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a. Keunggulan
relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah
derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah
ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti
segi eknomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar
keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut
dapat diadopsi.
Contoh
: Dalam pembelian handphone, penggunahandphone akan
mencari handphone yang lebih baik dari yang ia gunakan
sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97 berganti ke Blackberry
b. Kompatibilitas
(compatibility)
Kompatibilitas
adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh,
jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana
halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Contoh
: Dalam suku Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari
luar, sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi
karena tidak sesuai dengan norma sosial yang mereka miliki
c. Kerumitan
(complexity)
Kerumitan adalah derajat
dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa
inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh
pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti
oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Contoh
: Masyarakat pengguna PC atau notebook terbiasa dengan
penggunaan Windows yang lebih mudah dibandingkan Linux, walaupun Linux memiliki
kelebihan dibandingkan Windows tetapi karena penggunaannya lebih rumit masih
sedikit orang yang menggunakan Linux
d. Kemampuan
diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan
adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu
inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih
cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu
inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Contoh
: Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara
langsung dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
e. Kemampuan
diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati
adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain.
Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar
kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility);
kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil
kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Tujuan
komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa disebut mutual
understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap
suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu.
Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh
partisipan komunikasi dan saluran komunikasi. Saluran komunikasi dapat
dikatakan memegang peranan penting dalam proses penyebaran inovasi, karena
melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada anggota sistem sosial.
Dalam
tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis
saluran komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting dibandingkan
dengan jenis saluran komunikasi lain. Ada dua jenis kategori saluran komunikasi
yang digunakan dalam proses difusi inovasi, yakni saluran media massa dan
saluran antarpribadi atau saluran lokal dan kosmopolit. Saluran lokal adalah
saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang diselidiki. Saluran
kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial yang
sedang diselidiki. Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan
lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak
dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi dalam proses
difusi inovasi ini melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua
atau lebih individu yang biasanya memiliki kekerabatan dekat.
Hasil
penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai
berikut:
a. Saluran komunikasi masa
relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal)
relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran
komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak
dalam waktu yang dikatakan cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi
antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit
lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting
pada tahap persuasi.
c. Saluran media masa
relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter
awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal menyukai
ide-ide baru tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja
sudah cukup membuat mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan
orang-orang dari golongan adopter akhir, karakteristik mereka yang kurang
menyukai risiko menyebabkan komunikasi antarpribadi yang paling bekerja dengan
baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca pada orang-orang disekitar mereka
yang sudah menggunakan inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru mau
mengikutinya.
d. Saluran kosmopolit relatif
lebih penting dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi adopter awal (early
adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa
seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan informasi tentang inovasi
baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat
inovasi baru tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi
tidaknya inovasi baru terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian.
Disinilah letak pentingnya komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih percaya
kepada orang yang sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang yang
mungkin sudah berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang yang
memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal
tersebut digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa
komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu
dibandingkan dengan komunikasi massa.
Dari
hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi media massa
akan optimal digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran interpersonal akan
lebih optimal digunakan pada tahap persuasi. Namun pada kenyataannya, di negara
yang belum maju kekuatan komunikasi interpersonal masih dinilai lebih penting
dalam tahap pengetahuan. Hal ini disebabkan karena kurangnya media massa yang
dapat dijangkau masyarakat terutama di pedesaan, tingginya tingkat buta huruf
penduduk, dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media dengan
kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang
sebenarnya tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut, saluran
komunikasi interpersonal terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih baik
dibanding saluran media massa.
Untuk
mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar tingkat
adopsi suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian saluran komunikasi
yang tepat pada situasi yang tepat. Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya
kita menggunakan media massa untuk menyebarluaskan informasi tentang adanya
inovasi tersebut. Selanjutnya digunakan saluran komunikasi interpersonal yang
bersifat persuasif dan personal pada tahap persuasi.
3. Kurun waktu tertentu
Waktu
merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam
proses difusi, berpengaruh dalam tiga hal, yakni:
a. Proses keputusan
inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai mengalami
tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang terhadap
inovasi sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau menolak
inovasi, hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan inovasi
tersebut.
Ada
beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
· Tahap
pengetahuan pertama terhadap inovasi
· Tahap
pembentukan sikap kepada inovasi
· Tahap
pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
· Tahap
pelaksanaan inovasi
· Tahap
konfirmasi dari keputusan
b. Waktu
memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi. Keinovatifan
adalah tingkatan dimana individu dikategorikan secara relative dalam mengadopsi
sebuah ide baru dibanding anggota suatu sistem sosial lainnya. Kategori
tersebut antara lain adalah innovator, early adopter, early
majority, late majority, dan laggard. Klasifikasi
ini dikarenakan dalam sebuah sistem, individu tidak akan secara serempak dalam
suatu waktu mengadopsi sebuah inovasi melainkan perlahan-lahan secara berurut.
Keinovatifan inilah yang pada akhirnya menjadi indikasi yang menunjukkan
perubahan tingkah laku individu
c. Kecepatan
rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh dimensi
waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relative yang berkenaan dengan
pengadopsian suatu inovasi oleh anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi
dalam periode waktu tertentu. Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota
suatu sistem yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu.
4. Sistem Sosial
Sangat
penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial.
Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam
suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari
suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan
atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini
dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen
perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
Difusi
inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat
struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu.
Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang
mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1) Struktur sosial (social
structure)
Struktur
sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya
sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan
stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu.
Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal
ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan
atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat
memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961)
seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu
inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya,
sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh
Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi
dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana
individu tersebut berada.
2) Norma sistem (system
norms)
Norma
adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial
yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial.
Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide
baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility)
inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial.
Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau
nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu
sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3) Opinion Leaders
Opinion
leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang
berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain
secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang
berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi
penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik
mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini
bahwa orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4) Change
Agent
Change
agent adalah suatua bagian dari sistem sosial yang
berpengaruh terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu
memengaruhi sikap orang lain untuk menerima sebuah inovasi. Tetapichange
agent bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari
kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent
atau dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya
merupakan orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau
pelatihan tertentu untuk dapat memengaruhi sistem sosialnya. Di dalam buku
”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan Shoemaker, fungsi
utama dari change agent adalah menjadi mata rantai yang
menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan
keterampilan change agent berperan besar terhadap diterima
atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang
karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial
(misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun
secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa
yang sedang berjalan saat itu.
Ralph
Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa setiap
inovasi mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change
agent, yakni:
· Bentuk
yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
· Fungsi
inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
· Makna,
yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut
oleh anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih
sulit didifusikan daripada bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima
cenderung menggabungkan makna inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga
makna aslinya hilang.
5) Heterofili dan Homofili
Difusi
diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan
penyebaran inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader dan
pengikutnya memiliki banyak kesamaan. Hal tersebut yang dipandang dalam riset
difusi sebagai homofili. Yakni, tingkat di mana pasangan individu yang
berinteraksi memiliki banyak kemiripan sosial, contohnya keyakinan, pendidikan,
nilai-nilai, status sosial dan lain sebagainya. Lain halnya dengan heterofili,
heterofili adalah tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi memiliki
banyak perbedaan. Persamaan dan perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses
difusi yang terjadi. Semakin besar derajat kesamaannya maka semakin efektif
komunikasi yang terjadi untuk mendifusikan inovasi dan sebaliknya. Makin tinggi
derajat perbedaannya semakin banyak kemungkinan masalah yag terjadi dan
menyebabkan suatu komunikasi tidak efektif. Oleh karenanya, dalam proses difusi
inovasi, penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya
untuk memperkecil “heterophily”.
Latar Belakang Teori
Munculnya
Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika
seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk
S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan
bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari
dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu
menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi
waktu.
Pemikiran
Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan
yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s
S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations
have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau
tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian
sosiologi.
Pada tahun
1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian
difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil
penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel
kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The
rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal
curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan
berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi
atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih
kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di
sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers
dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker
yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural
Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A
New Perpective (1981).
Esensi Teori
Teori Difusi
Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan
(dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian
difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is
communicated through certain channels over time among the members of a social
system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk
komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang
berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which
is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its
ultimate users or adopters.”
Sesuai dengan
pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok,
yaitu:
(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau
barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi
diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu
ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep
’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk
menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih
saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan
diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi
dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan
tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien,
adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap
atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling
tepat adalah saluran interpersonal.
(3) Jangka waktu; proses keputusan
inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau
menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan
keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih
lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam
sistem sosial.
(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang
berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah
dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut
teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup
signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara
lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi
suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel
yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut
inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi
(type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication
channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan
(5) peran agen perubah (change agents).
Sementara itu
tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya
Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat
dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap Persuasi
(Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan
lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan
(Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau
penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan
Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan
Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau
penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Kategori Adopter
Anggota
sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima
inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima
inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah
pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers
(1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai
berikut:
1.
Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya:
petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi
tinggi
2. Early
Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang
menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka
pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
3. Early
Majority (Pengikut Dini): 34% yang
menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal
tinggi.
4. Late
Majority (Pengikut Akhir): 34% yang
menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima
karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
5. Laggards
(Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir
adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan
terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.
Penerapan
dan keterkaitan teori
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori
Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat.
Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial
pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker
(1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan
sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur
dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan,
yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3)
konsekuensi (consequences). Penemuan adalah
proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah
proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem
sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial
sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di
mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam
pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan
dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di masyarakat. Berbagai
perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi inovasi,seperti
perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah
satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain
dikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu
proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses
ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses
perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu
tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator,
inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa
dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the
Dissemination of Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4
(empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1.
Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab
dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2.
Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga termasuk bahan dan
informasi pendukung lainnya.
3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu
cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu
pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.